EDELWEISS SANG ABADI. BENARKAH ABADI?


 Foto: dokumentasi pribadi


Siapa yang tak kenal Edelweiss bunga abadi julukan nya. Bunga ini memikat banyak orang khususnya di kalangan pendaki karena tumbuhan bernama ilmiah Anaphalis spp. ini tumbuh di lereng-lereng pegunungan pada ketinggian lebih dari 1500 mdpl. Merekah di bulan April hingga Agustus, sungguh dikagumi nya bunga dengan simbol keabadian ini hingga sebagian orang ingin memiliki nya. Tak jarang pendaki yang memetik Edelweiss hanya untuk berfoto ria lalu menyebarkan di laman sosial media nya. Memangnya bila kagum tak bisa kah hanya memotret Edelweiss nya saja tanpa harus memetiknya? Berpose disisi Edelweiss nya pun juga bisa. Sering akun petualang menyebarkan informasi tentang pendaki yang melakukan hal- hal yang seharusnya tak dilakukan pendaki saat mendaki gunung seperti memetik dan membawa turun Edelweiss untuk menjadikan nya ‘oleh-oleh’ pasca mendaki. Padahal Edelweiss merupakan tumbuhan yang dilindungi dan ada Undang-Undang nya.

Sebagian orang mendaki mengatasnamakan cinta alam namun hal itu hanya ucapan saja. Melanggar kode etik pendakian, pantaskah? Entah kurang nya edukasi saat pendakian atau memang tidak mau tahu dari pendaki nya sendiri yang hanya mencari kesenangan semata. Semoga kita bukan bagian dari mereka. Bila terus menerus Edelweiss dengan mudahnya dipetik, dapatkah masih abadi keberadaan nya di bentang alam? Secara alamiah Edelweiss juga dapat layu dan mati. Tak percaya? Bukankah Tuhan menciptakan hidup dan mati? Yang hidup pasti suatu saat akan mati. Manusia hidup suatu saat kembali kepada-Nya. Begitu pun dengan mahkluk hidup lainnya. Edelweiss pun juga. Setelah bertahun-tahun tumbuh merekah, ada masa dimana Edelweiss yang paduan warna bunga nya putih dan kuning dengan daun hijau nya dapat bertransformasi menjadi warna kecoklatan baik bunga dan daun nya.

Foto: dokumentasi pribadi

Ada hal unik dibalik Edelweiss sebagai bunga abadi ini mempunyai peran yang sangat penting untuk masyarakat Suku Tengger. Tana Layu sebutan dari masyarakat Suku Tengger untuk salah satu jenis Edelweiss (Anaphalis javanica). Nama tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata “Tan” berarti tidak, kata “Layu” berarti layu. Sehingga Tana Layu berarti bunga yang tidak layu atau abadi. Edelweiss menjadi hal yang sakral untuk masyarakat Suku Tengger karena bunga ini menjadi salah satu bunga wajib pada rangkaian sesaji upacara adat Tengger. Sesaji tersebut merupakan bentuk pengharapan agar leluhur Suku Tengger tetap abadi. Begitu berarti nya Edelweiss untuk masyarakat Suku Tengger, apabila keberadaan Edelweiss semakin berkurang dan terancam punah, apa yang akan terjadi? Tak hanya berdampak pada lingkungan saja namun juga pada kebudayaan Suku Tengger.

Yang abadi adalah sebuah pengharapan untuk leluhur.




Sumber Informasi: Birama Terang Radityo, S.Hut (Penyuluh Kehutanan Balai Besar TNBTS)

Komentar