SEMERU PATAHKAN YANG BURUK




17 September 2018

Lagu Sementara nya Float terdengar lirih di dalam ruangan dengan orang-orang yang sibuk mengecek berkas-berkas pendaki yang ingin mendaki Gunung Semeru pada siang itu. Aku duduk memandangi kaca loket menunggu pendaki menyerahkan berkas kembali seusai melaksanakan briefing. Masih terdengar lagu itu hingga aku melamun yang kemudian lamunanku bubar karena mendengar seorang petugas yang duduk di lain sisi loket menanyakan darimana pendaki tersebut berasal.

“Saya dari Jogja pak” ujar salah satu pendaki.

Mendengar kata Jogja membuatku tergugah ingin berkenalan. Aku bukan berasal dari Jogja tapi sedang menempuh pendidikan di Jogja. Ketika bangkit dari duduk dan berniat keluar ruangan, pendaki asal Jogja tersebut melihatku mengenakan jas almamater dan ia sontak bertanya kepadaku.

“Eh mbak dari Stipram?” tanya nya

“Iya saya dari Stipram, mbaknya dari Jogja jangan-jangan dari Stipram juga?” tanyaku

“Iya aku dari Stipram, ngapain disini? Magang?”

“Iya aku magang disini”

Kami pun tak menyangka bisa bertemu di kantor Resort Ranu Pane. Temanku satu kampus itu Bela namanya. Ia akan mendaki Gunung Semeru esok hari bersama temannya dari Malang, El panggilannya. Bisa ku bilang sungguh nekat mereka mendaki hanya berdua perempuan semua pula. Seketika itu Bela mangajakku untuk ikut mendaki bersamanya. Tujuannya ke Ranu Kumbolo tidak ke puncak. Aku yang menjadi bimbang karena aku masih melaksanakan kegiatan magang. Akhirnya aku meminta izin kepada staff apakah boleh aku menemani mereka mendaki dengan dibantu Bela yang juga berusaha mengizinkanku. Setelah para staff berpikir panjang akhirnya aku diperbolehkan menemani teman-temanku mendaki dengan catatan aku juga melakukan observasi yang nantinya dilaporkan kepada staff. Setelah diizinkan aku melakukan cek kesehatan dan kami bertiga mengikuti briefing pada sore hari agar esok hari nya segera berangkat pagi. Kami bertiga bermalam di guest house kantor Resort Ranupane tempat aku menginap selama melakukan kegiatan magang. Ini kali pertama bagi temanku Bela mendaki gunung, ia sering bertanya kepadaku tentang pendakian gunung. Malam itu kami banyak mengobrol tentang pendakian sembari memasak untuk makan malam.

18 September 2018

Aku dan Bela bangun pagi dan bergegas membeli bahan-bahan seperti beras, kentang, sayur, dan sebagainya karena logistik yang dibawa Bela dan El hanya mie instan dan snack. Bela heran denganku yang memasukkan bahan masak yang telah dibeli aku masukkan ke dalam kotak makan. Aku menjelaskan agar tidak banyak sampah yang dihasilkan saat mendaki, maka dari itu aku meminimalisir sampah plastik. Kami pun berangkat cukup siang tak sesuai dengan rencana kami semalam karena aku melihat El tak nyaman membawa carrier nya, akhirnya aku putuskan untuk packing ulang. Benar saja barang-barang yang berat semua di carrier El. Akhirnya kami berbagi beban agar mengurangi beban carrier El.

Kami bertiga berangkat pukul 10.00 WIB dan saat baru memulai perjalanan kami berkenalan dengan rombongan lain yang berasal dari Sidoarjo. Serunya mendaki seperti ini, mendapat kenalan baru dan berbagi cerita. Di perjalanan kami santai dan sesekali bergurau, kami saling menyemangati dan mengingatkan aturan-aturan mendaki Gunung Semeru. Saat sampai di  Pos 1, aku tak begitu terkejut bila ada pedangan yang berjualan disini karena sering mendengar cerita dari para pendaki lain. Aku menanyakan beberapa hal kepada salah satu pedagang di Pos 1 tersebut salah satunya alasan mengapa berjualan disini. Pedagang tersebut adalah seorang wanita paruh baya, ia menceritakan kisah hidupnya yang membuat ia memutuskan untuk berjualan semangka, gorengan dan minuman di Gunung Semeru. Dari ceritanya aku mengambil kesimpulan bahwa faktor finansial lah yang membuat pedagang tersebut berjualan disini, tak ada pilihan lain selain ini. Hanya hal tersebut yang ia bisa lakukan untuk menafkahi diri nya sendiri dan keluarga nya di usia sekarang ini.

Mendengar ceritanya aku merasa bersalah karena pernah berfikir sinis terhadap para pedagang yang berjualan di gunung mana pun. Dulu aku berfikir sampah yang ada di gunung tidak sepenuhnya dari sampah pendaki, tapi juga sampah para pedagang. Ternyata setelah melihat realita nya, para pedagang di Gunung Semeru juga turut menjaga lingkungan. Mereka membawa turun kembali sampah-sampahnya. Dan niat para pedagang itu juga untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan hidup mereka rela berjalan kaki sambil membawa barang dagangan nya sampai ke Pos dimana mereka berjualan terlebih para pedagang tersebut banyak juga yang wanita paruh baya. Melihat hal tersebut aku sadar bahwa setiap manusia harusnya bersyukur atas apa yang telah ia miliki saat ini, dan saat itu juga aku tak mau melihat sesuatu dari luarnya saja.

Setelah beberapa menit beristirahat rombonganku dan rombongan dari Sidoarjo tadi melanjutkan perjalanan bersama. Saat perjalanan menuju Pos 2 aku mengalami insiden kecil, carrier yang aku bawa talinya lepas hingga aku tak bisa membawa carrier ku. Beruntungnya aku membawa jarum jahit dan benang jadi aku bisa menjahitnya. Seketika aku dibantu oleh salah satu rombongan asal Sidoarjo itu dan temanku Bela. Di jalur pendakian kami menjadi tukang jahit dadakan. Sembari menunggu selesai menjahit aku melontarkan candaan “aku sepertiya berbakat dalam hal menjahit, cocok nih buka jasa jahit disini”. Semua pun seketika tertawa, rombongan asal Sidoarjo pun tetap setia menemani hingga selesai menjahit, padahal kami baru mengenal satu sama lain tadi pagi, aku salut.

Kami melanjutkan perjalanan, setelah sampai di Pos 3 kami harus melewati tanjakan yang cukup curam. Merasa beruntung lagi aku membawa webbing di carrier. Benda-benda tersebut yang sering diremehkan oleh sebagian orang, terkadang aku juga dan setelah melihat kejadian-kejadian saat perjalanan mendaki tersebut, aku tak akan meremehkan benda-benda tersebut yang sebenarnya sangat berfungsi saat melakukan pendakian. Karena di perjalanan terkendala oleh beberapa hal, kami tiba di Ranu Kumbolo pukul 16.15 WIB dan langsung mendirikan tenda. Malam hari nya kami memasak bersama dan saling berbagi makanan. Setelah makan malam ada seseorang yang mengunjungi tenda kami. Ia adalah pendaki wanita asal Malaysia ingin menumpang sholat di tikar yang telah kami gelar, dan kami pun mempersilahkannya. Setelah sholat pendaki asal Malaysia itu datang lagi ke tenda kami, ia sungguh baik memberi kami sambal khas Malaysia yang terlihat seperti sambal teri, enak sekali.

19 September 2018

Pagi itu saat memasak, ada seorang pendaki yang datang ke tenda kami, ia meminta trash bag karena trash bag rombongan nya telah habis. Kami pun tak bisa memberi karena tak membawa banyak, trash bag yang kami pakai pun cukup satu. Seketika aku berfikir banyak sekali sampah yang dihasilkan oleh pendaki tersebut. Saat makan aku pun mengamati para pendaki. Para pendaki mengambil air dari danau Ranu Kumbolo menggunakan botol, tak ada yang menggunakan nesting. Aku juga tidak melihat pendaki yang mendekati pohon yang diberi kain dan tak ada yang berenang di danau Ranu Kumbolo. Jarak mendirikan tenda pun dilakukan pendaki sesuai briefing pertama kali, tak ada yang melewati batas. Saat malam hari aku pun tak melihat ada pendaki yang menyalakan api unggun di masing-masing tenda. Ternyata briefing sebelum pendakian sangat diperlukan. Tak hanya untuk keselamatan para pendaki, tetapi juga mengedukasi para pendaki yang diharapkan dapat menghargai kearifan lokal yang ada di kawasan Gunung Semeru. Setelah makan pagi kami membereskan tenda dan foto bersama. Aku pun berpamitan dengan masyarakat Tengger yang ada di Ranu Kumbolo.

Pukul 10.00 WIB kami meninggalkan Ranu Kumbolo. Langkah demi langkah kami lakukan hingga di perjalanan carrier ku tali nya putus lagi, astaga. Baiklah mari menjadi tukang jahit dadakan lagi, batinku. Saat itu gerimis dan temanku Bela tak membawa jas hujan. Tangan Bela sudah mendekap lengannya yang menandakan ia sedang kedinginan, aku memberinya jas hujanku. Bukan ingin sok menjadi pahlawan, tapi ini kali pertamanya Bela mendaki gunung, aku khawatir ia akan terkena gejala hipotermia, akhirnya aku memakai jaket parasutku saja. Saat tiba di kantor Ranu Pane kami mengambil KTP dan membuang sampah pada bak sampah yang telah disediakan. Masih ingat saat ada seorang pendaki meminta trash bag? Aku bertemu dengannya saat membuang sampah. Ia membuang begitu banyak trash bag dan aku pun bertanya.
“Banyak banget mas sampahnya” kataku

“Iya mbak habis ngambilin sampah orang-orang yang buang sampah sembarangan” ujarnya

Aku sangat terkejut, ternyata sampah yang ia bawa bukan dari sampahnya sendiri tapi ia memungut sampah orang lain juga. Hal tersebut mematahkan kesinisan ku lagi. Banyak hikmah yang dapat diambil dari sebuah pendakian. Dalam melakukan pendakian aku selalu punya teman-teman baru, aku merasa semua orang pada dasarnya baik. Semeru mengajarkanku banyak hal terutama melihat orang jangan dari sisi luarnya saja. Mendaki bersama orang yang belum pernah mendaki membuatku belajar tentang kesabaran. Mendaki gunung membuatku sadar bahwa perlengkapan mendaki harus sesuai prosedur karena sebenarnya itu sangat berguna sekecil apapun benda itu. Mendaki gunung membuatku sadar bahwa kita sebagai manusia tak bisa hidup sendiri, kita akan saling membutuhkan dan mendaki Gunung Semeru mematahkan rasa sinis dan overthinking ku terhadap orang-orang dan lebih menghargai tak hanya sesama manusia tapi juga terhadap alam dan kearifan lokal masyarakat Tengger.



(Kharisma Desthalia Erlambang)

Komentar