PERCAYA SEMUA AKAN DIGANTI DENGAN YANG LEBIH BAIK


Selepas subuh masih duduk temenung di kain sajadah, masih berbicara kepada diri sendiri usai berbicara kepada Dzat yang menciptakanku. Bila difikir-fikir lagi, Allah sungguh hebat dan tepat dalam mengatur skenario di hidup hamba-Nya. Teringat bahwa aku sering kehilangan banyak hal, tetapi Allah selalu menggantinya dengan yang lebih baik. Aku yang dulu sering kali “ngedumel” bila rencana yang telah aku susun tak berjalan sesuai keinginan. Ya begitulah, manusia hanya dapat merencanakan yang itu belum tentu baik untuk dirinya sendiri. Hingga pada 2018 ada sebuah kejadian yang membuatku percaya bahwa semua yang hilang dari kita, akan diganti dengan hal-hal yang lebih baik menurut Allah di waktu yang tepat.

            Awal 2018 sudah diriwehkan dengan urusan mau magang dimana, sudah membayangkan ini dan itu. Mencoba menyusun rencana sedari awal meskipun masa magang masih di pertengahan tahun. Seorang kawan pernah mengajakku untuk magang di salah satu kementerian, itu adalah sesuatu yang “wah” bagiku dan pastinya para mahasiswa yang lain. Namun, saat itu tak mendapat izin dari ibundaku tersayang. Entah apa yang ada di dalam benaknya, pada akhirnya aku mengurungkan niatku untuk magang di kementerian. Lalu aku membuat banyak opsi dan Lombok masuk ke dalam bucket list ku. Baiklah… Lombok.

            Cerita tentang masa lampau dimulai. Pada suatu malam seusai rapat organisasi di ruang sekretariat, aku melempar bahan obrolan kepada rekan-rekan organisasi yang juga seangkatan denganku.

“Magang di Lombok yuk” ujarku

“Ayoooo” kata salah satu rekan sangat bersemangat

“Eh kan ada senior kita ya di Lombok? Tanya-tanya aja dulu yuk” ujar rekanku yang lain

Dan malam itu kami sibuk membicarakan banyak hal untuk persiapan magang.

            Sembari banyak mencari informasi dan menyiapkan perizinan, tak lupa aku meminta izin kepada ibuku lagi, aku menjelaskan secara detail tentang persiapan untuk Magang ke Lombok. Ibu mendengarkan dengan seksama hingga aku selesai menjelaskan. Lalu beliau bertanya;

“Kenapa jauh sekali, dik? Kenapa ndak cari yang dekat saja.”

“Aku inginnya memang di Lombok bu, karena Lombok sangat prospek untuk wisata. Kenapa tidak bila belajar di tempat yang prospek juga.” Jawabku

“Apa bedanya toh tempatnya disana yang jauh dan disekitar sini yang dekat? Kan nantinya magang ujung-ujungnya sama-sama belajar. Belajar bisa dimana saja, ndak kenal tempat. Apalagi nantinya bakal merepoti kakak tingkatmu disana. Sebisa mungkin kamu jangan merepotkan orang lain.” Pungkas ibu

Saat itu aku bercengkrama banyak hal dengan ibu via telfon. Aku dengan keegoisanku masih ngotot ingin magang di Lombok sedangkan ibu membalas dengan wejangan-wejangannya. Hingga pada akhirnya aku harus meredam keegoisanku, ada satu hal yang dapat meruntuhkan egoku saat itu. Mencoba lebih banyak mendengar daripada berbicara, mencoba memahami perspektif seorang ibu, mencoba mendewasakan diri. Pada akhirnya aku memilih ridho ibu, pada akhirnya aku mengurungkan niatku lagi untuk magang di tempat yang aku inginkan.

Tak lama kemudian aku mengabari rekan-rekan organisasi yang telah ku ajak sebelumnya. Mereka tak bisa memaksaku juga karena ini perihal izin dari orang tua. Selama berhari-hari bingung mencari tempat magang lagi, dalam masa pencarian pun banyak kendala, seringkali tak mendapat respon dari tempat-tempat yang ada di bucket list. Hingga pada pilihan terakhir aku memutuskan mencoba magang di Taman Nasional. Ketika kawan-kawan berbondong-bondong magang di kedinasan yang terkait Pariwisata, aku seorang diri cukup “melenceng” dari jalan yang mereka pilih. Pikirku ya kan sama saja itu masih instansi pemerintahan dan ada kaitannya dengan Pariwisata, masih sangat berkaitan bahkan. Aku cukup yakin dan kuat pendirian saat itu ingin magang disana, letaknya pun masih terjangkau dengan tempat tinggal, pasti ibu mengizinkan. Setelah mencari informasi ini itu dan mendapat restu ibu, aku mengabari rekan-rekan organisasiku lagi, menawarkan kepada mereka ganti tempat magang di Taman Nasional itu, aku menjelaskan rinci perizinannya bagaimana. Namun pada akhirnya mereka enggan karena cukup rumit bagi mereka mengurus perizinannya. Kemudian pada akhirnya aku berpisah, berbeda jalan dengan rekan-rekanku itu. Mereka tetap memilih magang di Dinpar Lombok sedangkan aku di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru seorang diri. Single fighter wkwk

Setelah melewati banyak sekali drama perizinan dan kerumitan, akhirnya bulan Juli 2018 aku resmi memulai magang di TNBTS. Banyak sekali hal-hal diluar dugaan yang aku alami, seringkali takjub akan jalan hidup yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku menjadi sangat bersyukur tak jadi magang di Lombok. Ku rasa memang benar, bila ibu meridhoi urusan kita Allah juga pasti ridho. Sedari awal ingin di TNBTS karena ada yang menarik perhatianku yaitu ada desa-desa di kawasan penyangga TNBTS sedang mengembangkan desa konservasi edelweiss dan akan dibuat konsep desa wisata. Hal tersebut yang membuatku berani menjadi single fighter disana. Pada suatu waktu aku berpindah penempatan tugas ke Kantor Resort Ranupane. Siapa sangka aku dapat menjamah Desa Ranupane, perempuan seorang diri. Namun beberapa hari kemudian ada kawan-kawan baru dari universitas lain. Tiga orang laki-laki dari Universitas Merdeka Malang dan dua orang laki-laki dari Universitas Pancasila Jakarta. Dan ya, perempuan hanya aku seorang diri hahahaha.

Ada hal yang membuatku kasih kagum dengan skenario sang pencipta, ketika tak pernah terfikirkan ingin mendaki Gunung Semeru ketika magang, justru Allah memberi jalan yang itu tidak pernah aku fikirkan, pernah aku ceritakan bagaimana aku dapat mendaki Gunung Semeru meski hanya sampai Ranu Kumbolo, ceritanya disini "Semeru Patahkan Yang Buruk". Bila mengingat lagi, dulu aku pernah mempunyai impian ingin ke Ranu Kumbolo saat masih sekolah menengah atas. Diriku sampai lupa mempunyai impian itu, tapi tidak dengan Allah. Justru mewujudkan impianku yang lain yang sempat aku lupakan meski dengan cara harus melalui susah payah, namun skenario itu romantis sekali menurutku.

Lalu mengapa bisa perjalanan magang di TNBTS ini sebagai ganti yang lebih baik dari Yang Maha Kuasa? Karena di waktu itu, kabar duka menyelimuti Lombok. Saat itu Lombok dilanda gempa hebat dan sering terjadi susulan. Betapa merindingnya aku kala itu ketika sedang di TNBTS mendengar kabar tersebut, Allah sebenarnya sedang menjauhkanku dari marabahaya melalui ibuku. Saat itu ibu melarangku mungkin karena firasat juga. Firasat seorang ibu tidak main-main. Aku menjadi sangat bersyukur saat itu, menjadi lebih percaya bahwa sesuatu yang diambil Allah, akan digantikan dengan yang lebih baik. Lalu bagaimana dengan kabar rekan-rekanku yang magang di Lombok? Pihak kampus menarik mahasiswa yang magang di Lombok dan memberi semacam kemudahan untuk mereka menyudahi magang dengan dianggap sudah magang. Namun ketiga rekanku itu memutuskan tetap tinggal di Lombok dan menjadi relawan disana. Sungguh perempuan-perempuan hebat, sebut saja Odong, Pelot dan Sentir. Ketika semua telah kembali ke Yogyakarta, jelas mereka bertiga “ngedumel” kepadaku karena aku yang pertama mengajak mereka ke Lombok tapi tak jadi ikut, malah ke TNBTS bisa naik Gunung Semeru sedangkan mereka harus menelan kepahitan harus menghadapi gempa bumi dan tak bisa naik Gunung Rinjani yang ada dalam rencana mereka.

Ya begitulah setiap jalan yang ditempuh oleh masing-masing orang pasti berbeda, tak ada kisah yang paling baik atau paling buruk karena semua mempunyai cerita masing-masing yang akan selalu dikenang. Dari kisah perjalanan itu masing-masing juga belajar banyak hal dari setiap proses yang dilaluinya. Tiada yang sia-sia sebab setiap proses itu mengajarkan hal baik.

Komentar